Ada beberapa faktor yang menyebabkan Ali ibn Abi Thalib dilematis dlam mengambil sikap untuk mengatasi kemelut yang terjadi di dalam negerinya. Antara lain adalah tuntutan yang diajukan oleh tokoh-tokoh senior dari sahabat semisal Thalhah ibn Ubaidillah, Zubair ibn Awwam, Umm al-Mukminin Aisyah ra. dan Muawiah ibn Abi Sufyan. Mereka semua meminta agar kaum pemberontak diseret ke meja hijau.
Tuntutan ini semakin gencar mendesak khalifah Ali ibn Abi Thalib untuk segera menjatuhkan hukuman qishas kepada mereka yang terlibat dalam pembunuhan mantan khalifah Usman ibn Affan. Namun Ali ibn Abi Thalib sulit menerima tuntutan tersebut untuk dilaksanakan seketika karena ibarat orang yang menutup lubang dengan membuka lubang baru yang lebih lebar dan lebih berbahaya terhadap stabilitas keamanan. Akan tetapi beliau tetap berjanji untuk memenuhi tuntutan tersebut yang dipelopori oleh Muawiah ibn Abi Sufyan jika stabilitas keamanan sudah kondusif.
Janji khalifah tersebut tidak mampu membendung tuntutan Muawiah yang menghendaki sesegera mungkin. Hingga konflik tersebut berakhir dengan perang saudara dari kedua belah kubu yang berseteru. Perang ini dalam sejarah Islam dikenal dengan “Perang Shiffin”.
Pada perang Shiffin ini, kemenangan sudah di hadapan kubu Ali ibn Abi Thalib, namun secara tiba-tiba seruan perdamaian itu terlihat ketika ada di antara kubu Muawiah yang mengayunkan mushaf Alquran, sehingga pasukan Ali mendesak kepada khalifah Ali ibn Abi Thalib agar beliau menerima seruan tersebut. Pada mulanya beliau enggan menerimanya sebab beliau tahu jika yang mereka lakukan itu semata-mata adalah bentuk kelicikan. Akan tetapi dari pasukannya sendiri tidak bisa lagi diimbangi sehingga beliau pro terhadap kehendak mereka. Peristiwa tersebut dikenal dengan tahkim (arbitrase) yang mengutus dua orang diplomat dari dua kubu untuk berdiplomasi. Ternyata hasil arbitrase kembali ditempuh lagi dengan cara yang licik di hadapan jumhur muslimin oleh diplomat Muawiah dan merugikan pihak Ali ibn Abi Thalib.
Berangkat dari perjalanan historis tersebut, dapat dipahami bahwa pasca arbitrase merupakan awal keruntuhan khilafah rezim Ali ibn Abi Thalib sekaligus merupakan cikal bakal terbentuknya dinasti Bani Umayyah.
B. Biografi Singkat Muawiah ibn Abi Sufyan Selaku Pendiri Dinasti Bani Umayyah.
Muawiah adalah pendiri sekaligus khalifah pertama pada dinasti Bani Umayyah (661-680 M). Nama lengkapnya adalah Muawiah ibn Abi Sufyan bin Harb ibn Umayyah al-Akbar. Beliau terlahir dari pasangan suami-isteri Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah al-Akbar ibn Abd Syams dengan Hindun binti Utbah. Mengenai usia hidup beliau terdapat perselisihan pendapat para ulama tarikh, yakni ada yang menyebutkan 73, 75, 78, 80, atau 85 tahun. Ayahnya adalah tokoh termasyhur di kalangan Quraisy dan seorang pedagang besar yang berpengaruh sejak masa sebelum datangnya Islam. Sebenarnya beliau termasuk penentang Islam, akan tetapi setelah Fathu Makkah beliau masuk Islam pada tahun 630 M.
Muawiah diakui kecerdasannya oleh Nabi Muhammad Saw. sehingga beliau pernah diangkat oleh Nabi sebagai salah seorang penulis ayat-ayat Alquran. Pada masa ekspansi Islam ke Syiria, Muawiah turut mengambil bahagian lalu belaiu diangkat oleh Umar ra. (khalifah kedua) sebagai gubernur di sana dan sempat menjabat selama kurang lebih 20 tahun. Jabatan gubernur beliau terakhir pada masa rezim Ali ibn Abi Thalib yang melengserkan beberapa petinggi-petinggi khalifah yang tercium berbau nepotisme pada rezim Usman ibn Affan ra.
Muawiah adalah salah satu di antara putra Abu Sufyan yang pernah memimpin orang-orang Makkah untuk menentang Islam. Namun setelah beliau masuk Islam, beliau menampakkan potensi besarnya dalam memperjuangkan Islam bersama para sahabat yang lain sehingga beliau tercatat sebagai khalifah keenam dari Nabi Saw. yang memimpin khilafah kaum muslimin pada masa dinasti Bani Umayyah. Belaiu mengangkat putranya yaitu Yazid sebagai putra mahkota serta pewaris tahta kekhalifahannya. Ahli sejarawan umumnya melihat negatif terhadap Muawiah dengan melihat latar belakang kekhalifahannya. Beliau berhasil meraih legalitas khalifah pada peristiwa perang Shiffin melalui kesepakatan Tahkim yang licik dan menghasilkan keputusan yang curang. Bahkan beliau dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, sebab beliaulah yang pertama kali merubah corak pemerintahan kaum muslimin yang demokratis menjadi monarkis.
Akan tetapi, jiak kita melirik kepada perkembangan dinasti Bani Umayyah dan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh beliau serta gebrakan baru yang dirintisnya dan diteruskan oleh khalifah sesudahnya, ternyata beliau adalah pemimpin besar yang berbakat dan memiliki pribadi yang paripurna. Beliau seorang politikus, administrator, serta terkumpul dalam dirinya sifat-sifat seorang penguasa yang berkarir. Muawiah akhirnya wafat pada tahun 60 Hijriyah di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya yang bernama Yazid ibn Muawiah yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai putra mahkota.
catatan:
Download makalah lengkapnya...
Tuntutan ini semakin gencar mendesak khalifah Ali ibn Abi Thalib untuk segera menjatuhkan hukuman qishas kepada mereka yang terlibat dalam pembunuhan mantan khalifah Usman ibn Affan. Namun Ali ibn Abi Thalib sulit menerima tuntutan tersebut untuk dilaksanakan seketika karena ibarat orang yang menutup lubang dengan membuka lubang baru yang lebih lebar dan lebih berbahaya terhadap stabilitas keamanan. Akan tetapi beliau tetap berjanji untuk memenuhi tuntutan tersebut yang dipelopori oleh Muawiah ibn Abi Sufyan jika stabilitas keamanan sudah kondusif.
Janji khalifah tersebut tidak mampu membendung tuntutan Muawiah yang menghendaki sesegera mungkin. Hingga konflik tersebut berakhir dengan perang saudara dari kedua belah kubu yang berseteru. Perang ini dalam sejarah Islam dikenal dengan “Perang Shiffin”.
Pada perang Shiffin ini, kemenangan sudah di hadapan kubu Ali ibn Abi Thalib, namun secara tiba-tiba seruan perdamaian itu terlihat ketika ada di antara kubu Muawiah yang mengayunkan mushaf Alquran, sehingga pasukan Ali mendesak kepada khalifah Ali ibn Abi Thalib agar beliau menerima seruan tersebut. Pada mulanya beliau enggan menerimanya sebab beliau tahu jika yang mereka lakukan itu semata-mata adalah bentuk kelicikan. Akan tetapi dari pasukannya sendiri tidak bisa lagi diimbangi sehingga beliau pro terhadap kehendak mereka. Peristiwa tersebut dikenal dengan tahkim (arbitrase) yang mengutus dua orang diplomat dari dua kubu untuk berdiplomasi. Ternyata hasil arbitrase kembali ditempuh lagi dengan cara yang licik di hadapan jumhur muslimin oleh diplomat Muawiah dan merugikan pihak Ali ibn Abi Thalib.
Berangkat dari perjalanan historis tersebut, dapat dipahami bahwa pasca arbitrase merupakan awal keruntuhan khilafah rezim Ali ibn Abi Thalib sekaligus merupakan cikal bakal terbentuknya dinasti Bani Umayyah.
B. Biografi Singkat Muawiah ibn Abi Sufyan Selaku Pendiri Dinasti Bani Umayyah.
Muawiah adalah pendiri sekaligus khalifah pertama pada dinasti Bani Umayyah (661-680 M). Nama lengkapnya adalah Muawiah ibn Abi Sufyan bin Harb ibn Umayyah al-Akbar. Beliau terlahir dari pasangan suami-isteri Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah al-Akbar ibn Abd Syams dengan Hindun binti Utbah. Mengenai usia hidup beliau terdapat perselisihan pendapat para ulama tarikh, yakni ada yang menyebutkan 73, 75, 78, 80, atau 85 tahun. Ayahnya adalah tokoh termasyhur di kalangan Quraisy dan seorang pedagang besar yang berpengaruh sejak masa sebelum datangnya Islam. Sebenarnya beliau termasuk penentang Islam, akan tetapi setelah Fathu Makkah beliau masuk Islam pada tahun 630 M.
Muawiah diakui kecerdasannya oleh Nabi Muhammad Saw. sehingga beliau pernah diangkat oleh Nabi sebagai salah seorang penulis ayat-ayat Alquran. Pada masa ekspansi Islam ke Syiria, Muawiah turut mengambil bahagian lalu belaiu diangkat oleh Umar ra. (khalifah kedua) sebagai gubernur di sana dan sempat menjabat selama kurang lebih 20 tahun. Jabatan gubernur beliau terakhir pada masa rezim Ali ibn Abi Thalib yang melengserkan beberapa petinggi-petinggi khalifah yang tercium berbau nepotisme pada rezim Usman ibn Affan ra.
Muawiah adalah salah satu di antara putra Abu Sufyan yang pernah memimpin orang-orang Makkah untuk menentang Islam. Namun setelah beliau masuk Islam, beliau menampakkan potensi besarnya dalam memperjuangkan Islam bersama para sahabat yang lain sehingga beliau tercatat sebagai khalifah keenam dari Nabi Saw. yang memimpin khilafah kaum muslimin pada masa dinasti Bani Umayyah. Belaiu mengangkat putranya yaitu Yazid sebagai putra mahkota serta pewaris tahta kekhalifahannya. Ahli sejarawan umumnya melihat negatif terhadap Muawiah dengan melihat latar belakang kekhalifahannya. Beliau berhasil meraih legalitas khalifah pada peristiwa perang Shiffin melalui kesepakatan Tahkim yang licik dan menghasilkan keputusan yang curang. Bahkan beliau dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, sebab beliaulah yang pertama kali merubah corak pemerintahan kaum muslimin yang demokratis menjadi monarkis.
Akan tetapi, jiak kita melirik kepada perkembangan dinasti Bani Umayyah dan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh beliau serta gebrakan baru yang dirintisnya dan diteruskan oleh khalifah sesudahnya, ternyata beliau adalah pemimpin besar yang berbakat dan memiliki pribadi yang paripurna. Beliau seorang politikus, administrator, serta terkumpul dalam dirinya sifat-sifat seorang penguasa yang berkarir. Muawiah akhirnya wafat pada tahun 60 Hijriyah di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya yang bernama Yazid ibn Muawiah yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai putra mahkota.
catatan:
Download makalah lengkapnya...
0 comments:
Posting Komentar
Silakan titip komentar anda..