Periode kerajaan Mamalik dianggap sebagai zaman yang termasuk cemerlang dan makmur dalam sejarah Islam. Menurut Hassan Ibrahim Hassan zaman tersebut paling cemerlang dan paling makmur, namun pendapat tersebut masih perlu dianalisa dan dikritisi lebih jauh mengingat kejayaan dan keemasan Islam dan pada setiap dinasti.
Kaum Mamluk menguasai Mesir dan Syiria tahun 648-922/1250-1517. Kata Mamluk dalam bahasa Arab berarti hamba yang dimiliki. Mereka adalah orang-orang Turki yang direkrut oleh Ayyubiyah di masa al-Malik al-Shalih Najamuddin. Mereka terdiri dari dua kelompok, yakni Mamluk Bahri dan Mamluk Buruj. Yang pertama adalah karena tempat tinggal mereka di pulau al-Raudah yang terletak seakan di laut (Arab, bahr). Yang ada di sungai Nil, dan yang kedua adalah karena mereka menempati benteng (Arab, Burj), di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang merupakan percampuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Buruj adalah orang-orang Circassia dari Caucasus.
Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, al-Malik al-Shalih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karir ketentaraan maupun dalam imbalan material. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kaspia. Saingan mereka dalam hal ketetntaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Menjelang Bagdad hancur dan perang Salib angkatan ke-7 pada tahun 1248-1254 dipimpin oleh Louis IX berusaha untuk menggempur Mesir dan mulai menduduki Dimyat pada tahun 1249 M, Sultan yang berkuasa di Mesir masa itu adalah Malikus Shaleh Ayyubiyah yang sedang sakit, kemudian meninggal tahun 1249 M. Oleh karena itu, kekuasaan sementara dipegang oleh permaisurinya yaitu Sajaratud Dur yang asal usulnya budak sahaya Armenia, yang kemudian dimerdekakan dan diangkat menjadi permaisurinya. Pemerintahannya di Mesir yang bertahan selama 80 hari menunjukkan pengalaman dan kecakapannya yang luar biasa dan membuktikan bahwa seorang wanita bias memikul tanggung jawab negara, walaupun tradisi-tradisi Islam tidak mendukung prinsip semacam ini. Kemudian dipanggillah putra suaminya, Tauron Syah untuk menduduki tahta. Namun Tauron Syah tidak menghargai usaha ibu tirinya dan berusaha untuk menyingkirkannya. Oleh karena itu, Sajaratud Dur meminta bantuan kaum Mamluk dan terjadilah kudeta yang berakhir dengan terbunuhnya Tauron Syah . Di lain alas an Tauron Syah dibunuh karena adanya rasa kekhawatiran golongan Mamluk terhadap kecendrungan Tauron Syah kepada tentara asal Kurdi yang bisa mengacaukan eksistensinya.
Sajaratud Dur dinobatkan menjadi Sultan Mesir yang memerintahkan negeri Mesir, Afrika Utara dan Syam, sekalipun merupakan penguasa peralihan dari Ayyubiyah kepada penguasa baru, daulah Mamluk. Sebabnya adalah sesudah dimintakan persetujuan pusat Abbasiyah di Bagdad atas pengangkatan Sajaratud Dur menjadi Sultan, khalifah Abbasiyah menolaknya. Untuk memenuhi permintaan khalifah bahwa seorang Sultan harus seorang laki-laki, Sajaratud Dur mengawini Aybag pemimpin Mamluk yang dilimpahi menjadi raja antara tahun 1250-1257. Dengan mendampingi suami barunya itu Sajaratud Dur tetap memegang kekuasaan dari belakang layar. Dengan berkuasanya Aybag mulailah daulah Mamluk al-Bahriyah (1250-1383 M).
B. Perkembangan Politik
Aybag berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang masih berusia muda, sedang Amir Saifuddin Qathaz menjadi Atabek (menteri) baginya. Dua tahun memegang tampuk kesultanan tepatnya pada tahun 1259 beliau digantikan oleh Saifuddin Qathaz. Tidak ada sumber yang menjelaskan secara rinci tentang proses peralihan kekuasaan tersebut dari Sultan Ali ke Saifuddin Qathaz. Namun dalam hal ini ada keterangan singkat yang ditemukan tentang proses peralihan tersebut dimana Ali mengundurkan didri lalu digantikan oleh Qutuz, akan tetapi kemudian proses tersebut dibantah oleh keadaan Ali yang masih muda dan masih kuat dalam memimpin suatu kerajaan, yang tidak begitu saja akan diserahkan kepada orang lain apalagi bukan keturunan sendiri. Kecuali kalau keadaan tersebut diawali oleh revolusi berdarah.
Dinasti Mamluk membangun dua kali dinasti yang berjalan sampai 265 tahun lamanya, Mamluk Bahriyah berkuasa pada 648 H; 1250 M. s/d 784 H- 1382 M. Dalam masa 136 tahun dengan 29 orang penguasa dan Mamluk Jarkisah (Buruj) berkuasa pada 784 H; 1382 M s/d 923 H; 1517 M. dalam masa 139 tahun dengan 26 orang penguasa. Dari sekian banyak penguasa, tidak ada seorang pun yang berkuasa begitu lama kecuali Baybars yang berkuasa selama 17 tahun dan Nasir Muhammad III yang berkuasa selama 31 tahun.
Periode Mamluk menjadi terkenal lantaran penyempurnaan sistem militer budak pasca Abbasiyah. Sebelum periode Mamluk, beberapa resimen budak telah digunakan 81 dalam sebuah lapisan militer Timur Tengah, namun Mamluk merupakan rezim yang pertama yang didasarkan pada mesin militer budak. Mereka didatangkan dari luar pada usia sepuluh atau dua belas tahun, mereka berpindah ke agama Islam, dan dibesarkan di barak-barak, mereka tidak hanya belajar teknik kemiliteran tetapi juga dijejali dengan loyalitas terhadap tuan-tuan mereka dan terhadap sesama militer. Seorang Mamluk yang telah terlatih sempurna bekerja sebagai resimen Sultan Mamluk, atau sebagai tentara yang bekerja pada seorang pejabat tinggi militer lainnya. Para pejabat memiliki tentara budak sendiri, yang terlepas dari resimen militer Sultan. Angkatan bersenjata Mamluk, selanjutnya dapat dibayangkan sebagai sebuah kumpulan dari beberapa resimen budak, terdiri dari pasukan tentara Sultan dan sejumlah resimen yang setia kepada pejabat-pejabat secara individual. Yang pada ujung-ujungnya juga setia kepada pribadi sang Sultan. Angkatan bersenjata ini tidak banyak diorganisir dengan tingkat hirarki melainkan diorganisir dengan kesetiaan personal.
Diawal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamluk dibawah pimpinan Qutuz dan panglima Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamluk di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamluk. Semenjak demikian, tamatlah riwayat Tartar Mongol yang dipimpin oleh panglimanya Kithbugha, yang beragama Kristen Nestorian, mengacau dunia Islam, dan terbebaslah Mesir dan Syam dari kehancuran.
Philip K. Hitti mengambarkan kemenangan Islam yang bersejarah ini:
The Mongolian leader wak kitugha. A Nestorian, whose advance quard had penetraten palastina down to ghazzah. This victory is memorable for the history of civilization; if the Mongols had taken cairo they would have probably destroyed its treasures and manuscripts.
Pemimpin Tartar-Mongol Kitbugha adalah seorang Kristen Nestorian yang maju melalui Palestina untuk merebut Gazzah. Kemenangan Islam ini adalah harus diperingati untuk sejarah peradaban. Kalau tentara Tartar-Mo0ngol dapat merebut kota Kairo, kemungkinan besar mereka akan menghancurkan semua kekayaan dan buku-buku yang ada.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260-1277). Ia adalah Sultan terbesar dan termasyur di antara 55 Sultan Mamluk. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamluk.
Setelah Sultan Baybars memegang pimpinan negara, dia mengumumkan cita-citanya hendak mengikuti langkah Sulatan Saladin akan mengikis habis kaum Salabiyah, seperti yang dikutip dari bukunya K. Hitti:
Baybar’s ambition was to be a second Salah al-Din in the holg war against crusader towas. Especially provoked was he when he found those towns makin common couse with the Holaquid II. Khan of Persia, now favourably disposed toward the Christian religion, gfrom 1263 to 1271 he conducted almost annual raids against them.
Hasrat besar-besar dari Baybars adalah menjadi Sultan Saladin yang kedua di dalam perang suci melawan kota-kota Salibiyah terutama dia dirangsang oleh terjadinya segala kota yang terjadinya menjadi kasus kejahatan oleh orang Hulagu Khan di Persia ialah II-Khans, sekarang disiapkan untuk agama Kristen. Dari tahun 1263 sampai 1271, dia dorong hampir setiap tahun menyerbu daerah-daerah itu.
Sultan Baybars, setelah kemenangan di Ain-Jalut itu, mulai memalingkan perhatiannya bagi mereka kembali kota-kota benteng yang masih di kuasai pasukan Salib itu. Ia pun melancarkan serangan yang teratur setiap tahunnya untuk merebut kota-benteng demi kota-benteng.
Demikian pula perjuangan Sultan Baybars dalam menghidupkan kembali khalifah Abbasiyah di Kairo meskipun hanya sekedar nama saja, dengan mengundang keluarga Abbasiyah yang selamat dari penyembelihan Tartar di Bagdad yaitu Abul Abbas Ahmad yang waktu itu 1261 M supaya datang ke Kairo namun yang datang adalah Abdul Qasim Ahmad.
Sejarah mencatat rangkaian peristiwa sebagai berikut: merebut kota-benteng Arsuf (1263 M) dan menghancurkan ordo hospitallers yang mempertahankan kota-benteng tersebut. Merebut kota-benteng Safad (1264 M) dan menghancurkan ordo Templars yang mempertahankan kota-benteng tersebut, merebut kota-benteng Arkad (1265 M).
Pendeknya, Baybars selama memerintah, telah mempertunjukkan keangungannya di medan juang dan pemerintahan. Kebijaksanaannya yang sungguh mengagumkan, usahanya yang mati-matian untuk menghidupkan kembali khalifah Abbasiyah di Mesir, telah menjadi bukti sejarah kejayaan Islam pada masanya.
Setelah Sultan Baybars meninggal dunia dalam usia 51 tahun pada 1277 M, sebelum meninggal beliau memproklamirkan anaknya al-Said sebagai putra mahkota dengan tujuan untuk membuat pemerintahan bersifat hereditary, namun tindakan tersebut tidak disenangi oleh orang-orang Mamluk karena mereka berkeyakinan bahwa tidak ada seseorang yang mempunyai prioritas di atas yang lainnya kecuali dengan kecakapan militernya dan jumlah anggota pengikut-pengikutnya. Dengan demikian kesultanan dipindahkan dari keluarga Baybars ke keluarga Qalawun.
Qalawun dilantik pada tahun 1279 M dan melanjutkan perjuangan Baybars dalam memburu orang-orang Salib keluar dari Syria, yang telah menanam kekuasaan selama dua abad lamanya. Lebih-lebih dalam mempersatukan teritorial orang-orang Arab, Syria dan Mesir. Orang-orang Mamluk berhasil melindungi Muslim dari dua bahaya besar, yaitu bahaya dari orang-orang salib dan bangsa Mongol.
Keturunan yang terakhir dari Mamluk Bahriyah ialah Haji as-Salih Zainuddin Ibn Asyraf yang masih berusia 6 tahun. Karena usianya yang masih belia maka al-Malik Zahir Saefuddin Barquq diangkat sebagai pemangku raja. Semenjak itu mulailah dinasti Mamlik Burji berkuasa.
C. Kemunduran dan Kehancuran
Kemajuan-kemajuan dinasti Mamluk tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat, dan stabillitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika factor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamluk sedikit demi sedikit mengalami kemunduran.
Awing-awang kemunduran mulai nampak ketika Mamluk Burji berkuasa. Hal itu terbukti setelah meninggalnya Barbays pada tahun 1438 M, negara besar Mamluk masih terus diperintah oleh Sultan-sultan yagn lemah sampai Kuskadam menaiki tahta pada tahun 1461 M. Selama masa pemerintahannya konflik antara orang-orang Mamluk dan Turki Ottoman di mulai. Peperangan pecah selama masa pemerintahan Qayatbay, yang digantikan oleh beberapa Sultan, sampai Qayatbay, yang digantikan oleh beberapa Sultan, sampai Qansuh memikul tanggung jawab pemerintahan pda tahun 1501 M. menuju masa berakhirnya, pemerintahan Mamluk banyak yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan di perparah dengan adanya kegoncangan dalam negeri, korupsi dan keadaan keuangan/ekonomi negara yang tidak memuaskan. Qansuh membebani rakyat dengan pajak-pajak, memeras yang dari mereka, menyebarkanmata uang palsu, dan mengenakan penggunaannya dengan harga nominal. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak strabil. Di samping itu, ditemukannya tanjung harapan oleh Eropa 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun fungsinya.
Dipihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamluk, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamluk di Mesir. Dinasti Mamluk kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan diluar kota Kairo tahun 1517 M oleh Sultan Salim, sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan kerajaan usmani sebagai salah satu propinsinya.
Download makalah lengkapnya...
0 comments:
Posting Komentar
Silakan titip komentar anda..